Ini adalah judul berita utama dalam koran lokal waktu saya kunjungi perkebunan di Provinsi Aceh, Indonesia, dengan laporan menyatakan kerusakan panen buah-buahan di sebuah desa karena hama disekitar hutan. Ketika kawanan gajah telah diusir, kera datang mengancam pula.
Nah, di kebun-kebun kelapa sawit dimana sudah digali parit dan pagar yang dialiri listrik sudah dibuat, maka gangguang gajah akan terhindar.
Seseorang planter yang pengalaman tahu metode praktis yang dilakukan untuk mengusirnya tanpa mencelakakan, melukai atau membunuh kera-kera yang datang merusakkan pohon-pohon kelapa sawit. Dulu saya sebagai seorang Manajer Kebun biasanya menembakkan senapan ke udara dengan surara keras "Bang, Bang, Bang" dan suara itu cukup kuat untuk mengusir pendatang sekelompok kera tersebut.
Dari aspek manajemen kita harus membuat batas dalam menghadapi kesulitan seperti masalah sebasar seperti 'gajah" atau sekecil seperti "kera". Tidak perduli masalahnya besar atau kecil, maka harus ada cara-cara yang sesuai untuk menyelesaikannya. Percayalah, tentu dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.
TAHU HITUNG HARUS TAHU KIRA
Saya belajar kalimat diatas dari pak Nawawi Muhamad, Senior Manajer Kebun PT.BSS di Provinsi Jambi, Indonesia, ketika kami mengadakan rapat tentang analisa biaya. Pada saat berbicara tentang penghematan biaya, dia menekankan kepada manajer-manajer lain agar tidak hanya tahu hitung tetapi harus tahu kira.
Penghematan biaya tidak hanya mengurangi biaya. Jika tidak memahaminya bisa saja berakibat kepada penghematan sedikit tetapi kerugian banyak. Seseorang planter bisa saja berpikir bahwa dengan mengurangi pupuk untuk kelapa sawit per pokok per tahun atau mengurangi satu atau dua rotasi untuk merumput gawangan mati dapat menghemat biaya, akan tetapi akibat nyata yang terjadi adalah penurunan produksi dan biaya rehabilitasi yang sangat tinggi nantinya.
DR AJO MSC
Ini adalah lelucon orang Indonesia yang disampaikan oleh Pak Andre Hotlando, General Manajer Kebun PT. K.U. di Provinsi Jambi, Indonesia.
Ajo adalah supir camat di Sumatera Barat. Sama dengan orang-orang muda Padang yang berjiwa bisnis, dia mencoba berangkat ke Jakarta mengadu nasib setelah bekerja beberapa tahun. Benar sekali dia bekerja keras berjam-jam setiap hari. Tak lama kemudian dia rajin menjual produk-produk buatan rumah tangga dari pintu ke pintu. Kemudian dia menjual produk-produknya melalui grosir besar. Setelah beberapa tahun dia menjadi distributor tunggal dan pemasok barang-barang dan bekerja sama dengan pabrik. Akhirnya Ajo menjadi seorang Pengusaha sukses.
Setelah dia membeli sebuah rumah hunian besar di Jakarta di sebuah kompleks perumahan yang esklusif, orangtuanya dari Padang mengunjunginya dengan penuh kegembiraan. Sesampai di Jakarta mereka naik taxi sampai ke gerbang rumah sesuai dengan alamat yang telah diberikan Ajo kepada orangtuanya. Namun ketika mereka lihat di atas nomor rumahnya tertera DR AJO MSC, orangtuanya ragu untuk masuk dan mencoba mencari rumah anaknya ditempat lain. Supir taxi meminta agar membunyikan bel pintu rumah tersebut.
Ketika Ajo keluar, ibunya yang sudah tua merepet dengan rasa bahagia kepada Ajo dan kemudian menyampaikan keluhannya, "Ajo, saya pikir ini bukan rumahmu. Bagaimana kamu sekarang bisa memiliki gelar master dan titel Doctor padahal kamu tidak pernah sekolah?" Coba tebak apa jawaban si Ajo. "Disiko Rumah Ajo Mantan Supir Camat, bu" Ajo menjelaskan kepada Ibunya.
Namun ada banyak planter yang bekerja keras seperti si Ajo pun menanjak karirnya dari bawah dan mendapat naik pangkat dalam perusahaan mereka. Satu hal yang pasti bahwa pendidikan formal tidak membatasi peningkatan karir seseorang planter untuk menapak tangga kesuksesan. Saya percaya, bahkan diantara mereka sudah banyak meluluskan ujian The Incorporated Society Of Planters dan menerima ijazah A.I.S.P. Untuk mereka itu memang menjadi satu kebanggaan dengan profesinya sebagai Planters.
No comments:
Post a Comment